Posts

Bersama [A Poem]

Detak jantungku itu birama Pada tiap-tiap tatap aksamu yang dama Pada nirwana di bait-bait cengkrama kita yang berkoma Tanpa titik, tanpa akhir, hanya candu yang berlama-lama  Hingga terhanyut kita dalam samudera luas mendekap atma Kekal ia bernama Buih-buih itu berkisah perihal rindu yang berdenting seirama Oleh dua nama yang kama Lalu batu-batu karang itu berucap fana penuh enigma Kepada hati yang merona dilema Tidak! Kubilang ini bukan melodrama Bukan kisah senja diperangi dan ditenggelamkan sang purnama Kutahu kekal kan terjelma Pada merah di nadi kita yang sama berima Untaian doa kulangitkan bergema Kuyakin kita kuat karena bersama

Memahamimu adalah Impianku

Image
Bagi banyak orang, impian adalah hal yang diinginkan atau dicita-citakan sejak kecil. Entah itu karena keinginan yang teramat dalam dari dirinya sendiri atau berawal dari sebatas rasa kagum dengan orang dewasa di sekitarnya yang tampak keren dengan profesinya. Namun apakah semua orang merencanakan impian mereka sejak kecil? Tentu tidak. Terombang ambing penuh kebimbangan selama menjalani proses menjadi dewasa pun kerap kali terjadi pada sebagian orang. Bukan berarti tak punya cita-cita, hanya saja rasanya kepingan cita itu layaknya puzzle yang belum utuh dipertemukan satu sama lain. Itulah aku. Namun ketika kamu membaca ini, bisa kupastikan bahwa kepingan puzzle itu kini sudah bertemu satu sama lain. Kepingan-kepingan itu kutemukan melalui sebuah proses pendewasaan—yang tidak mudah, namun aku senantiasa bersyukur karenanya. Jika bukan karena proses pendewasaan itu, puzzleku mungkin tidak akan sekompleks ini. Sebab di balik sesuatu yang kompleks inilah, pelajaran dan pengalaman berharga...

Memperluas Syukur

Image
15.00 (14 Agustus 2020).  Masih terekam jelas dalam ingatan betapa berdebarnya hatiku pada sore itu. Menatap layar laptop dengan penuh harap, lidah yang terus mengucap doa, tangan yang bergetar, dan tubuh yang sudah berkeringat dingin. Keresahan ini seperti hadir kembali menjelang pengumuman SBMPTN. Setelah sekian menit mengumpulkan keberanian, akhirnya aku membuka pengumuman SBMPTN itu.  “Bismillahirrahmanirrahim ...” Tidak kusangka, ucapan ‘selamat’ itu kini terpantul di bola mataku yang sedang berkaca-kaca. Aku menangis bahagia dan sedih di saat yang bersamaan. Iya, aku mendapatkannya. Di pilihan kedua, bukan pilihan pertama. Aku merasa diterima dan ditolak di saat yang bersamaan pula. “Kenapa bersedih? Lihatlah ada banyak orang yang tidak seberuntung kamu untuk mendapatkan kesempatan itu hari ini. Jangan selalu melihat ke atas, lihatlah ke bawah, agar kamu bersyukur. Ayo, bersyukurlah.” Sisi lain dalam diriku seperti mengingatkanku. Akhirnya aku mengiyakan perkataannya....

Menjadi Dewasa

Image
 "Rasanya, aku tidak sabar menjadi dewasa. Menjalani masa-masa seru di SMA, lalu kuliah pakai baju bagus." pikiran itu terbesit di kepala seorang gadis berusia sepuluh tahun dengan seragamnya yang masih berwarna merah dan putih. Tentu saja saat itu ia tidak punya bayangan apa-apa soal masa depan. Yang ada di benaknya adalah menjadi dewasa itu keren, menjadi dewasa itu asyik dan menyenangkan. Bisa menentukan setiap keputusan yang ia ambil dalam hidupnya sendiri—tanpa kekangan, juga tanpa paksaan.  Lalu detik ini, gadis itu berusia delapan belas tahun. Sedang berdebar menghitung hari menuju babak baru dalam hidupnya. Gadis itu tidak sendirian, ada banyak sekali pejuang lain yang sama berdebarnya; Menunggu hasil SBMPTN tahun 2020. Kekhawatiran pun mulai menghantuinya. "Bagaimana kalau aku tidak lolos?" "Bagaimana kalau aku tidak masuk kampus yang keren?" "Bagaimana kalau teman-temanku diterima sedangkan aku tidak?" begitu pikirnya.  Ia berubah pikir...